Jumat, 12 September 2008

Rakyat Harus Didorong Mandiri

KUPANG, PK -- Masyarakat NTT harus didorong untuk mandiri karena mereka memiliki kemampuan sendiri sebagai kekuatan lokal. Namun, kemandirian ini seringkali melemah oleh begitu banyaknya kepentingan dari luar, termasuk negara. Oleh karena itu diperlukan pendampingan.
Demikian antara lain intisari diskusi bertajuk, Membangun Kemandirian Masyarakat NTT, di ruang Redaksi Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang, Rabu (10/9/2008). Diskusi ini diselenggarakan Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang bekerja sama dengan Institute of Cross Timor for Common Property Resources Development (InCrEaSe) dalam rangka peringatan 50 Tahun NTT.
Diskusi dibuka oleh Pemimpin Umum SKH Pos Kupang, Damyan Godho, dipandu Fary DJ Francis dari InCrEaSe. Tampil sebagai pembicara Mr. Matzui Kasuhiza (peneliti senior i-i net/Expert JICA) dari Jepang, Rm. Maxi Un Bria, Pr (Penggagas kemandirian masyarakat As Manulea, Belu) dan Yusten Lalan (Pengusaha tambak dari Desa Bipolo, Kabupaten Kupang).
Peserta diskusi 30 orang, dengan latar belakang akademisi, aktivis LSM, tokoh masyarakat dan unsur pemerintah. Beberapa di antaranya, Melianus Toy (tokoh masyarakat Desa Olenasi), Johnny A Riwu (LPM Undana), Remigius Efi (BPMD NTT), Rm Leo Mali (FAN), Mario Viera (GTZ), Petrarca Karetji (DZF- Sofei/Bakti), Prof. Mia A Noach, Raymundus Lema (MPBI Kupang), Jonathan Lasa (FAN), Yosep Boli (PMPB), J Therik (Politani), Sofia Malelak de Haan (Yayasan Alfa Omega) dan Toby Messakh (Bappeda NTT).
Matsui Kazuhisa, orang Jepang yang cukup fasih berbahasa Indonesia, mengajak setiap orang untuk mencintai kampung/desanya sendiri. "Kalau Anda merasa malu dengan kampung halaman, Anda tidak mungkin serius memperbaiki kampung halaman tersebut," katanya.
Matsui mengatakan, masyarakat lokal memiliki banyak sumber daya. Sumber daya itu tidak hanya berupa kekayaan alam, tetapi juga berupa pikiran yang tersimpan dalam otak mereka. Cuma mereka menganggap sumber daya itu biasa-biasa saja dan lebih tertarik pada hal-hal yang datang dari luar.
Matsui mengemukakan sekian banyak paradoks yang terjadi dalam masyarakat lokal. "Kita kurang menyadari apa yang kita punya di dalam daerah kita sendiri. Kita perlu menciptakan suasana agar orang kota juga menghormati orang desa," katanya.
Romo Maxi Un Bria bercerita tentang perjuangan warga Desa As Manulea di Kabupaten Belu untuk mendapatkan air bersih. Warga As Manulea dulunya hidup di dataran rendah, tapi atas kebijakan pemerintah mereka pindah ke dataran tinggi di mana mereka menghadapi kesulitan air bersih.
"Masyarakat meminta kepada pemerintah untuk mengadakan proyek air bersih. Tapi, pemerintah dan DPRD mengatakan bahwa tidak mungkin karena masyarakat tinggal di dataran tinggi. Mereka menganjurkan pindah ke dataran rendah. Akhirnya pada tahun 2000 kami membentuk forum dengan tujuan utama air bersih. Lalu terbentuklah panitia air bersih. Masyarakat sepakat setiap keluarga (ada 640 KK) menyumbang Rp 250 ribu sehingga terkumpul Rp 160 juta. Ini modal awal pembangunan air bersih. Akhirnya tanggal 13 Januari 2005 air itu diresmikan. Setelah dihitung total dana untuk pembangunan air bersih itu Rp 2,6 miliar," tutur Maxi.
"Kami menyadari bahwa dengan adanya air, pola hidup masyarakat berubah, dan itu terjadi dalam masyarakat As Manulea. Anak-anak tampak bersih, ibu-ibu sudah lebih banyak waktu untuk menenun. Ini berkat kerja sama yang sinergis, komunikasi dan pendekatan dengan semua elemen," tutur Maxi.
Maxi berkesimpulan masyarakat As Manulea memiliki potensi dan kekuatan untuk menolong diri mereka sendiri keluar dari persoalan dan kesulitan hidup. Mereka memiliki sederetan kearifan lokal.
"Mereka mungkin butuh sentuhan motivasi dan pencerahan untuk menemukan semua hal potensial di antara mereka," katanya.
Romo Maxi mengatakan, dengan cara masyarakat sendiri, dengan kemampuan dan kerja sama, masyarakat dapat menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Kini As Manulea menjadi pendorong, motivator untuk masyarakat lain. "As Manulea menjadi daerah yang semakin banyak dikunjungi orang karena ingin belajar tentang kemandirian masyarakatnya. Ada yang datang dari TTU," tutur Maxi.
Yusten Lalan mengisahkan perjuangan masyarakat Desa Bipolo menghadapi kesulitan mengelola usaha tambak. Namun, berkat keuletan, mereka telah berhasil membuat tambak ikan bandeng dan ada yang sudah bisa menikmati hasilnya. Apa yang mereka lakukan didorong kemauan mereka sendiri untuk mengubah nasib.
Meski berhasil, Yusten mengakui saat ini sangat susah untuk mengembalikan partisipasi masyarakat karena mereka sudah dibiasakan dengan proyek bantuan. Padahal sebenarnya di setiap lingkungan ada potensi. "Hanya pengembangannya yang salah pasang," kata Yusten.
Romo Leo Mali melihat kemandirian masyarakat justru dilemahkan oleh pihak luar, termasuk negara. Negara yang diharapkan menjadi fasilitator, dalam perkembangannya justru berubah menjadi diktator.
"Saya pernah mengalami ketika berada di kampung. Kita sebagai masyarakat tercerai-berai. Menurut saya, kita harus terbuka, bahwa selain negara, ada begitu banyak kepentingan yang menginginkan masyarakat itu lemah. Negara telah menjadi masalah untuk masyarakat. Baik itu dari proses politik, pembangunan dan sebagainya. Kita harus bisa menghubungkan proses melemahnya partisipasi masyarakat dengan semakin tuannya negara," kata Leo Mali.
Raymundus Lema mengatakan, sebelum negara ini terbentuk masyarakat kita sudah mandiri. Namun kebijakan pemerintah di masa lalu telah melemahkan kemandirian itu. Untuk mengembalikan kemandirian, dia menyarankan pendampingan terhadap masyarakat. "Sepanjang pendampingan itu tidak ada, percuma mengharapkan kemandirian masyarakat," kata Lema.
Diskusi berakhir pukul 18.30 Wita, dengan harapan ada tindak lanjut. "Kita tidak hanya bicara, tapi bagaimana berbuat sesuatu," kata Fary mengacu pada saran dan pendapat peserta diskusi. "Mari kita mulai dari diri sendiri. Apakah kita mencintai kampung kita, kecamatan kita, kabupaten, propinsi kita?" kata Fary. (aca/ati)

Menyesuaikan Diri di Tengah Perubahan

TEKNOLOGI internet kini sudah menjadi santapan harian bagi sejumlah kalangan. Perkembangannya kian pesat dan cepat. Bahkan diklaim sebagai jaringan informasi terbesar di dunia saat ini.
Prestasi ini bukanlah hasil kerja semalam, melainkan melalui proses pencarian yang panjang. Cikal-bakal internet adalah ARPANET, sebuah jaringan eksperimen milik pemerintah Amerika Serikat berbasis komunikasi data paket yang didirikan tahun 1969. Tujuannya untuk menghubungkan para periset ke pusat-pusat komputer, sehingga mereka bisa bersama-sama memanfaatkan sarana komputer seperti disk space, data base dan lain-lain.
Di awal 1980-an, ARPANET terpecah menjadi dua jaringan, yaitu ARPANET dan Milnet (sebuah jaringan militer). Akan tetapi keduanya mempunyai hubungan sehingga komunikasi antar jaringan tetap dapat dilakukan.
Pada mulanya jaringan interkoneksi ini disebut DARPA Internet, tapi lama-kelamaan disebut sebagai Internet saja. Pada tahun 1986 lahir National Science Foundation Network (NSFNET), yang menghubungkan para periset di seluruh negeri dengan lima pusat super komputer.
Jaringan ini kemudian berkembang untuk menghubungkan berbagai jaringan akademis lainnya yang terdiri atas universitas dan konsorsium-konsorsium riset. NSFNET mulai menggantikan ARPANET sebagai jaringan riset utama di Amerika Serikat.
Pada bulan Maret 1990 ARPANET secara resmi dibubarkan. Pada saat NSFNET dibangun, berbagai jaringan internasional didirikan dan dihubungkan ke NSFNET. Australia, negara-negara Skandinavia, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada dan Jepang segera bergabung.
Pada tahun 1990-an internet mulai masuk ke Indonesia. Sampai dengan tahun 1998 pengguna internet (internet user) di Indonesia tercatat sebanyak 512. Satu tahun kemudian meningkat tajam menjadi 1 juta. Pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1,9 juta, tahun 2001 menjadi 4,2 juta, dan tahun 2002 sebanyak 4,5 juta.
Selanjutnya, pada tahun 2003 jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat sebanyak 8.080.534, pada tahun 2004 menjadi 11.226.143, pada tahun 2005 menjadi 20 juta, pada tahun 2006 menjadi 25.000.000 dan pada tahun 2007 menjadi 31.500.000. Pada tahun 2008, Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) memprediksikan pengguna internet di Indonesia menjadi 50 juta, kurang lebih 25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Pada saat ini internet terdiri atas lebih dari 15.000 jaringan yang mengelilingi dunia (70 negara di tujuh benua). Melalui jaringan-jaringan itu masyarakat pengguna Internet mengirim dan mengakses berita, foto, audio, video streaming, TV dan radio. Bisnis online yang dilengkapi TV dan radio online pun terus menjamur.
Perkembangan ini pun sudah merambah NTT. Kita belum punya data konkret mengenai jumlah pengguna internet di NTT. Tetapi, satu fakta yang tidak bisa disangkal bahwa jaringan internet sudah menjangkau semua kota kabupaten dan beberapa kota kecamatan di NTT. Bisnis warnet juga bertumbuh subur, menggeser bisnis wartel. Perkembangan ini didukung pula oleh distribusi jaringan handphone yang sejak awal tahun 2007 masuk sampai ke kecamatan.
Generasi baru NTT pun mulai akrab dengan internet. Anak-anak sekolah mulai dari tingkat SD hingga mahasiswa kini menjadi sangat akrab dengan internet. Program edunet di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional turut mendongkrak perkembangan internet di dunia pendidikan.
PT Telkom Kupang akhir-akhir ini menggalakkan pelatihan internet gratis untuk instansi- instansi pemerintah, swasta dan organisasi-organisasi di Kupang.
Sudah banyak lembaga/instansi, baik pemerintah maupun swasta/LSM, mulai menangkap perkembangan ini. Kecuali kabupaten baru, hampir semua pemkab/pemkot di NTT sudah memiliki website. Begitu pula BUMN dan perbankan, LSM, hotel, pengusaha pariwisata dan lembaga non pemerintah. Internet sudah menjadi "sarapan pagi" bagi kalangan akademisi.
Dengan ini patut diasumsikan jumlah pengguna Internet di NTT sudah mencapai puluhan ribu orang, jumlah yang tidak kecil.
Bagaimana dengan Pos Kupang? Internet bukan hal baru bagi Pos Kupang. Sejak Oktober 1996, surat kabar harian ini sudah menjadi electronic newspaper dengan hadirnya situs http://www.indomedia.com/poskup. Sejak itu berita-berita Pos Kupang bisa dibaca oleh siapa pun di berbagai belahan dunia. Orang-orang NTT yang tinggal di luar NTT bisa mengikuti dinamika NTT melalui berita-berita Pos Kupang di internet.
Hampir 12 tahun sudah Pos Kupang menjadi electronic newspaper, jangka waktu yang tidak singkat. Tapi perubahan sudah berjalan kian pesat dan cepat.
Dengan memanfaatkan berbagai perkembagan teknologi tadi dan juga samakin ketatnya persaingan bisnis informasi, manajemen Pos Kupang merasa tidak cukup lagi menayangkan berita-berita edisi cetak. Pos Kupang ingin menjadi portal berita yang menyiarkan berita dan gambar dari menit ke menit (real time news).
Beberapa langkah yang dilakukan Pos Kupang. Sejak Januari 2008, Pos Kupang menambah satu subdomain di website http://www.indomedia.com/poskup yang menampilkan berita-berita dari menit ke menit (real time news). Sambil menjalankan program ini, Pos Kupang coba mendesain website baru yang lebih update. Pada bulan Juni 2008, Pos Kupang mulai dengan website baru: www. pos-kupang.com dengan perwajahan yang lebih atraktif, tanpa menghilangkan website lama yang menayangkan berita-berita edisi cetak.
Sejak itu pula Pos Kupang terus membenahi televisi online. Pembenahan itu mencapai puncaknya dengan peluncuran Pos Kupang TV Online oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Kamis (28/8/2008) petang.
Menyebut televisi, boleh jadi masyarakat NTT berharap menonton acara Pos Kupang TV di televisi keluarga di rumah. Tidak. Ini televisi model baru yang menggunakan jaringan internet. Masyarakat hanya bisa menonton acara Pos Kupang TV Online kalau mengakses internet, lalu membuka www.poskupang.tv.com atau masuk melalui website Pos Kupang www.pos-kupang.com, tinggal mengklik sub domain Pos Kupang TV. Di sana Anda akan menemukan sejumlah video yang harus anda buka. Itulah berita-berita Pos Kupang TV Online. Karena itu, komputer atau laptop di mana Anda mengakses internet mutlak memiliki speaker supaya Anda tidak hanya bisa menonton videonya, tetapi juga bisa mendengar siarannya.
Apa yang dilakukan Pos Kupang sampai saat ini bukan tanpa kesulitan. Namun, seperti diisyaratkan Gubernur Lebu Raya dalam sambutannya, Pos Kupang siap menghadapi perkembangan teknologi terbaru berikutnya. Pos Kupang coba menghayati apa yang dikatakan Charles Darwin, si pencetus teori evolusi, "Bukan yang kuat yang bertahan hidup, melainkan yang bisa menyesuaikan diri." (agus sape)