Minggu, 19 Oktober 2008

Pandai Menanam, Tapi Lalai Merawat



TAMPAK GERSANG -- Inilah sebagian kawasan GOR Oepoi, tempat sekitar 2.000 anakan pohon ditanam oleh Forum Parlemen NTT. Tapi, sekarang anakan-anakan pohon itu nyaris tanpa bekas akibat kekeringan dan aktivitas manusia. Kawasan ini tampak gersang dan menjadi tempat warga bermain bola kaki.


Pos Kupang, 19 Oktober 2008 (Rubrik Bumi Kita)

CATATAN saya belum usang. Hari itu tanggal 19 Desember 2007 petang. Hujan rintik-rintik. Sudah musim hujan. Segenap anggota DPRD NTT yang tergabung dalam Forum Parlemen bersama keluarga berdatangan ke kawasan Gedung Olah Raga (GOR) Oepoi di Jalan WJ Lalamentik Kupang. Bersama mereka ikut juga 29 kelompok mahasiswa pencinta alam di Kupang. Termasuk mahasiswa Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Kupang.
Terdorong oleh rasa prihatin terhadap kondisi alam yang semakin rusak dan terus meningkatnya pemanasan global, mereka mau berbuat sesuatu. Kecilan-kecilan, daripada tidak berbuat apa-apa. Di kawasan GOR mereka menanam berbagai anakan pohon. Karena dorongan yang mulia ini, hujan yang perlahan-lahan membasahi tubuh, tidak mereka gubris.
Waktu itu Dinas Kehutanan Propinsi NTT menyediakan 3.000 anakan. Ada 1.000 mahoni, 500 jati putih, 500 angsana, 500 nangka, dan 500 mete. Sekitar 2.000 anakan berhasil ditanam. Selebihnya, boleh dibawa pulang. Gratis. Yang penting ditanam sampai hidup di pekarangan atau di mana saja.
Sekarang cobalah datang dan melihat nasib anakan-anakan yang ditanam. Apa yang terjadi? Sejauh pengamatan saya sampai kemarin, kondisinya memprihatinkan. Ya, ini fakta lapangan. Fakta itu suci. Dia tidak bisa menipu. Kawasan GOR pada hari- hari ini tidak bedanya dengan padang sabana. Rerumputan tampak kering-kerontang diselingi beberapa pohon. Anak- anakan pohon yang pernah ditanam Forum Parlemen nyaris tidak tampak.
Bisa macam-macam penyebabnya. Yang pasti menanam apa pun di Kupang tidak gampang hidup. Kalau di tempat lain orang menyebut tanah berbatu, karena memang tanahnya lebih dominan daripada batu, sedangkan di Kupang orang menyebut batu bertanah. Ya, batu karang. Batunya lebih dominan daripada tanah. Tanah menempel pada batu. Tipis dan mudah kering kalau kena panas. Tumbuhan susah hidup dan tumbuh.
Selain itu, kawasan NTT, termasuk Kupang, memang termasuk kurang hujan. Musim kemaraunya lebih panjang daripada musim hujan. Itu pun dengan intensitas yang sangat rendah. Lihat saja sekarang. Sudah pertengahan Oktober, belum juga hujan. Padahal kemarau sudah dimulai akhir Maret 2008.
Suhu udara pun mencapai titik maksimal. Menurut catatan BMG, suhu udara di Kupang sekarang di atas 36 derajat Celcius. Suhu ini bakal meningkat lagi sampai pertengahan November nanti. Dengan ini jelas hanya tanaman-tanaman besar dan umur panjang saja yang bertahan hidup. Selebihnya kering kerontang, mati.
Lalu, apakah semuanya selesai? Kelemahan kita selama ini, pasrah pada kemurahan alam. Penanaman anakan-anakan pohon di GOR cuma satu dari sekian banyak contoh. Kita pandai menanam, tapi tidak pandai merawat. Begitu ada yang berhasil dirawat pun, kita lebih mudah menghabiskannya.
Ketika hendak melakukan penanaman di GOR itu, Ketua umum kegiatan itu, Drs. Kristo Blasin mengatakan, kegiatan ini tidak selesai dengan penanaman. Masih akan dilanjutkan dengan perawatan dan pengamanan hingga pohon-pohon dinyatakan hidup. Perawatan selanjutnya akan dilakukan sejumlah petugas di GOR yang akan dibayar oleh Forum Parlemen.
Kristo juga mengatakan, penanaman anakan-anakan itu sudah dikonsultasikan dengan instansi yang menangani tata ruang kota. Bahwa di jalur penanaman itu tidak bakal ada aktivitas lain yang bisa menggusur pohon-pohon.
Niat awal itu ternyata tidak sesuai dengan pelaksanaan selanjutnya. Matinya tanaman-tanaman di kawasan GOR itu menunjukkan tidak adanya perawatan. Tidak ada yang menyiram secara rutin. Juga tidak ada pengamanan dari perusakan oleh aktivitas manusia dan ternak yang berkeliaran merumput.
Memang sangat riskan. Kawasan ini juga sering dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa. Di sana berlangsung berbagai kegiatan olahraga, ada konser musik, ada kegiatan- kegiatan politik. Sulit mengontrol massa untuk tidak merusak tanaman.
Bahkan sampai kemarin sore, saya menyaksikan lapangan antara GOR dan Jl. WJ Lalamentik digunakan warga untuk bermain bola kaki. Lapangan itu tampak gersang. Padahal anakan-anakan pohon itu ada yang ditanam di sekeliling lapangan. Setiap pohon dikelilingi pagar kayu. Tapi kemarin tidak kelihatan lagi.
Itulah kenyataannya. Terasa sia-sia tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Kita harus mengambil hikmahnya dan belajar dari pengalaman ini. Mungkin selanjutnya kita perlu mencari tempat yang lebih tampan dan nyaman. Atau mungkin perilaku kita yang harus diubah. Kita harus menyayangi tanaman dengan merawat, bukan merusaknya. Kegiatan massal apa pun yang dilangsungkan di tempat ini mestinya tetap memperhatikan keamanan tanaman-tanaman. Ternak-ternak pun harus ditertibkan. Kita harus mengubah kebiasaan, membiarkan ternak-ternak berkeliaran.
Ingatlah, merusak itu gampang. Tetapi memulihkan kerusakan itu betapa susahnya. Karena itu, apa yang sudah ada, harus kita rawat, jangan sampai rusak. Yang sudah telanjur rusak kita harus pulihkan.
Kondisi alam Kupang memang sangat menantang. Tetapi, untuk menghijaukan wilayah Kota Kupang bukanlah hal yang mustahil. Kalau menengok kembali kondisi wilayah Kota Kupang pada era 1980-an, kita harus katakan, kondisi sekarang bukanlah yang paling buruk. Kondisi Kupang waktu itu jauh lebih gersang. Coba lihat sekarang. Di sepanjang Jalan El Tari sudah ada jalur hijau. Pekarangan rumah penduduk banyak yang tampak hijau ditumbuhi pohon-pohon peneduh dan aneka bunga.
Tidak gampang untuk mencapai kondisi seperti ini. Tanya saja pada mereka yang menanam pohon-pohon itu. Pasti mereka tidak menanam lepas. Mereka rela menyisihkan tenaga dan biaya untuk merawat. Menyiram, bahkan dengan teknologi yang sedikit canggih. Menggunakan botol infus. Hanya dengan berjuang, kita berhasil menghijaukan kota ini.
Masih banyak program penanaman pohon yang bakal kita lakukan untuk menghijaukan kota ini. Sekarang pemerintah Kota Kupang menggalakkan Kupang Green and Clean (Kupang Hijau dan Bersih). Lalu untuk apa? Mengapa kita menanam pohon?
Arsitek Frank Lloyd Wright pernah mengatakan, "Teman manusia yang paling baik di bumi adalah pohon. Kalau kita menggunakan pohon dengan penuh rasa hormat dan ekonomis, kita memiliki sumber daya yang paling hebat di bumi."
Pohon adalah salah satu keajaiban alam terhebat. Semua ajaran agama dengan tegas menempatkan pohon menjadi simbol dan sumber kehidupan manusia. Cinta dan kedamaian terukir dengan menanam pohon dan segala aktivitas kehidupan di bawah pohon. Kebencian dan anarki dilukiskan dengan menebang pohon.
Pohon adalah pembentuk ruang paling dasar (akar dan tanah = lantai, batang = tiang, ranting dan daun = atap) yang menciptakan keteduhan agar manusia dapat melakukan aktivitas di bawahnya. Para murid yang sekolahnya ambruk tetap dapat belajar di bawah kerindangan pohon. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang belum memiliki kantor masih bisa menggelar rapat di bawah pohon.
Pada era pemanasan Bumi dan berbagai bencana alam (banjir, tanah longsor, pencemaran udara, krisis air) terjadi, gerakan menanam pohon besar yang lebih banyak lagi merupakan hal mutlak. Pohon berjasa menahan air dalam tanah, mencegah erosi dan longsor, menjadi habitat bagi beragam makhluk hidup, memproduksi oksigen, menyerap karbondioksida-gas rumah kaca penyebab pemanasan global-menyaring gas polutan, meredam kebisingan, angin dan sinar matahari, dan menurunkan suhu kota.
Menanam pohon sebenarnya berbicara tentang kearifan konsumsi-investasi, menjamin kelangsungan lingkungan hidup warga dan kota. Selalu ada alternatif penyelesaian cerdas dalam membangun kota tanpa harus menebangi pohon jika kita mau berpikir panjang. Seluruh warga hendaknya berpartisipasi menggerakkan lompatan besar menghijaukan kota melawan proses penggurunan kota (hutan beton).
United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 2007) berkampanye "Plant for the Planet: Billion Tree Campaign", sebagai salah satu upaya memulihkan kondisi Bumi dari pemanasan global melalui gerakan menanam pohon. (agus sape)

Tidak ada komentar: